Pages

  • Add to Facebook
  • Add to Digg
  • Add to Twitter
  • Add RSS Feed

Selasa, 18 Januari 2011

Manusia, Keseragaman, dan Kesederajatan

Kesetaraan Dan Keadilan Gender

A.          Konsep dan Isu Gender

Apa itu gender ?
Gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kata “Gender” seringkali dimaknai salah dengan pengertian “jenis kelamin” seperti halnya seks, arti itu kurang tepat. Secara terminologi, Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengindefikasikan perbedaaan laki-laki dan perempuan.


Berbagai literatur yang membahas mengenai gender antara lain dikemukakan oleh Megawangi (1999), Darahim (2000), dan literatur lainnya, seperti Kumpulan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender (PUG) (2000), Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan (2001), dan lain-lain, menyimpulkan bahwa seks dan gender merupakan konsep yang berbeda.
Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan Tuhan. Oleh karena itu tiak dapat diubah dan sudah berlaku lahir dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. (Sumber : http://www.scribd.com/doc/29426548/Kumpulan-Makalah-Gender)
Istilah gender diketengahkan oleh ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan antara perempuan dan laki-laki mana yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari, dan disosialisasikan. Dengan mengenali perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak tetap memudahkan kita untuk menggambarkan realita relasi perempuan dan laki-laki yang dinamis yang lebih tepat dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Isu gender diartikan sebagai masalah yang menyangkut ketidakadilan yang berdampak negatif bagi perempuan dan laki-laki, terutama terhadap perempuan sendiri. Dalam pembangunan, isu gender mencuat karena terjadi kesenjangan antar pelaku pembangunan maupun penikmat/pemanfaat hasil pembangunan. Sebagai akibatnya perempuan mendapat dampak negatif  yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh diabaikannya kenyataan perbedaan peran dan hubungan yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki.
            Ketidakadilan dan diskriminasi gender yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah :
-          Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan)
Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kampong halaman, eksploitasi. Namun kemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Sebagai contoh, perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. (http://www.scribd.com/doc/29426547/Kumpulan-Makalah-Gender)
-          Subordinasi
Subordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dibanding  jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Sebagai contoh, apabila seorang istri yang hendak bepergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari istri.                                     (http://www.scribd.com/doc/29426547/Kumpulan-Makalah-Gender)
-          Pandangan Stereotype
Stereotype adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Stereotype berdasarkan pengertian gender  yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin, hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Sebagai contoh, apabila seorang laki-laki marah, ia diaanggap tegas, tetapi bila perempuan yang marah dianggap emosional dan tiak dapat menahan diri.
                                              (http://www.scribd.com/doc/29426547/Kumpulan-Makalah-Gender)
-          Kekerasan
Kekerasan yang terjadi berupa serangan fisik, seksual dan psikis. Perempuan adalah yang paling rentan mengalami kekerasan, contohnya perkosaan,pelecehan seksual,pemukulan istri/pacar, atau pembatasan hak.


-          Beban Ganda
Beban ganda yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Misalnya seorang ibu selain harus melakukan peran biologisnya seperti hamil, melahirkan, dan menyusui, juga harus melayani suami, anak bahkan keluarga lainnya, tercakup didalamnya peran merawat dan mengurus rumah tangga.

B.           Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) dan Pengarusutamaan Gender (PUG)

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai  manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hokum, ekonomi, social budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nosional (hamkamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Sedangkan  Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.   (Sumber : http://www.scribd.com/doc/29426548/Kumpulan-Makalah-Gender)
Istilah Gender Mainstreaming atau lebih dikenal sebagai Pengarusutamaan Gender (PUG) di Indonesia, tercantum dalam Beijing Platform of Action yang merupakan hasil dari konferensi wanita sedunia ke-empat yang diselenggarakan di Beijing 1995. Yang menyerukan harus adanya komitmen pemerintah untuk meningkatkan status perempuan, yang meliput :
·         kesetaraan gender;
·         keadialan gender;
·         pemberdayaan perempuan;
·         integrasi kependudukan kedalam kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan program penghapusan kemiskinan.
Konferensi Beijing juga menghasilkan komitmen bersama tentang perbaikan terhadap status dan peranan perempuan dalam pembangunan. (download hal 12).
12 Titik Kritis yang dihadapi Perempuan berdasarkan Konferensi Wanita Sedunia di Beijing, 1995:
1.      perempuan dan kemiskinan (struktural)
2.      keterbatasan kesempatan pendidikan dan pelatihan
3.      kesehatan dan hak reproduksi
4.      kekerasan fisik
5.      kekerasan di wilayah konflik militer
6.      terbatasnya akses perempuan di bidang ekonomi produktif
7.      keikutsertaan dalam pengambilan keputusan
8.      terbatasnya kelembagaan/mekanisme dalam sektor pemerintah/non-pemerintah
9.      perlindungan/pengayoman hak-hak asasi manusia
10.  terbatasnya akses pada media massa
11.  rentan terhadap pencemaran lingkungan
12.  terbatasnya kesempatan mengembangkan potensi diri bagi anak perempuan
            Dalam Upaya menindaklanjuti Gender Mainstreaming tersebut, pemerintah Indonesia melalui GBHN 1999 menyatakan bahwa Pengarusutamaan Gender merupakan kebijakan Nasional yang harus diemban oleh Lembaga yang mampu mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
            Gender Maninsteraming (GMS) atau Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang tepat agar dapat menjangkau keseluruhan instansi pemerintah, swasta, masyarakat dan lain sebagainya. Pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan Inpres yang dikenal Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
            Dengan PUG ini, pemerintah dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam me
Produksi kebijakan-kebijakan respon yang adil dan responsive gender kepada perempuan dan laki-laki. PUG sebagai strategi yang berupaya untuk menegakkan hak-hak perempuan yang sama dan laki-laki atas kesempatan yang sama, pengakuan yang sama dan penghargaan yang sama di masyarakat.
            Keadilan dan kesetaraan gender (KKG) menghendaki bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama terhadap pelayanan serta memiliki status social dan ekonomi yang seimbang.

C.                Gender Dalam Kurikulum dan Proses Pendidikan

Data dan informasi yang dikumpulkan melalui profil gender (2004), mengidentifikasi adanya kesenjangan/ bias gender dalam proses pengelolaan pendidikan dan pembelajaran disekolah. Gejal-gejala yang menyangkut yang menarik teridentifikasi menyangkut kesenjangan gender ini adalah:
1.      Gender dalam proses pengeloaan pendidikan dan
2.      Isi kurikulum sekolah dan buku pelajaran .
Dalam buku ajar misalnya, banyak ditemukan gambar maupun rumusan kalimat yang tidak mencerminkan kesetaraan gender. Sebut saja gambar seorang pilot selalu laki-laki karena pekerjaan sebagai pilot memerlukan kecakapan dan kekuatan yang "hanya" dimiliki oleh laki-laki. Sementara gambar guru yang sedang mengajar di kelas selalu perempuan karena guru selalu diidentikkan dengan tugas mengasuh atau mendidik. Ironisnya siswa pun melihat bahwa meski guru-gurunya lebih banyak berjenis kelamin perempuan, tetapi kepala sekolahnya umumnya laki-laki.
Dalam rumusan kalimat pun demikian. Kalimat seperti "Ini ibu Budi" dan bukan "ini ibu Suci", "Ayah membaca Koran dan ibu memasak di dapur" dan bukan sebaliknya "Ayah memasak di dapur dan ibu membaca koran", masih sering ditemukan dalam banyak buku ajar atau bahkan contoh rumusan kalimat yang disampaikan guru di dalam kelas.
Rumusan kalimat tersebut mencerminkan sifat feminim dan kerja domestik bagi perempuan serta sifat maskulin dan kerja publik bagi laki-laki.
Demikian pula dalam perlakuan guru terhadap siswa, yang berlangsung di dalam atau diluar kelas. Misalnya ketika seorang guru melihat murid laki-lakinya menangis, ia akan mengatakan "Masak laki-laki menangis. Laki-laki nggak boleh cengeng". Sebaliknya ketika melihat murid perempuannya naik ke atas meja misalnya, ia akan mengatakan "anak perempuan kok tidak tahu sopan santun". Hal ini memberikan pemahaman kepada siswa bahwa hanya perempuan yang boleh menangis dan hanya laki-laki yang boleh kasar dan kurang sopan santunnya.
Dalam upacara bendera di sekolah selalu bisa dipastikan bahwa pembawa bendera adalah siswa perempuan. Siswa perempuan itu dikawal oleh dua siswa laki-laki. Hal demikian tidak hanya terjadi di tingkat sekolah, tetapi bahkan di tingkat nasional. Paskibraka yang setiap tanggal 17 Agustus bertugas di istana negara, selalu menempatkan dua perempuan sebagai pembawa bendera pusaka dan duplikatnya. Belum pernah terjadi dalam sejarah: laki-laki yang membawa bendera pusaka itu.
Hal ini menanamkan pengertian kepada siswa dan masyarakat pada umumnya bahwa tugas pelayanan seperti membawa bendera, lebih luas lagi, membawa baki atau pemukul gong dalamupacara resmi sudah selayaknya menjadi tugas perempuan.
Semuanya ini mengajarkan kepada siswa tentang apa yang layak dan tidak layak dilakukan oleh laki-laki dan apa yang layak dan tidak layak dilakukan oleh perempuan.
Bias gender yang berlangsung di rumah maupun di sekolah tidak hanya berdampak negatif bagi siswa atau anak perempuan tetapi juga bagi anak laki-laki. Anak perempuan diarahkan untuk selalu tampil cantik, lembut, dan melayani. Sementara laki-laki diarahkan untuk tampil gagah, kuat, dan berani. Ini akan sangat berpengaruh pada peran sosial mereka di masa datang.
Singkatnya, ada aturan-aturan tertentu yang dituntut oleh masyarakat terhadap perempuan dan laki-laki. Jika perempuan tidak dapat memenuhinya ia akan disebut tidak tahu adat dan kasar. Demikian pula jika laki-laki tidak dapat memenuhinya ia akan disebut banci, penakut ata bukan laki-laki sejati.
Apabila ini dibiarkan terus menerus akan berdampak yang tidak baik bagi upaya-upaya peningkatan keadilan dn kesetaraan gender. Perlunya pemahaman dan peran guru dalam mengimplementasikan keadilan dan kesetaraan gender akan menentukan upaya-upaya pencapaian keadilan dan kesetaraan gender dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, selain bahan ajar, guru diharapkan sebagai ujung tombak terjadinya perubahan untuk mengintegrasikan gender dalam setiap materi ajar dan dalam proses pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Isu gender mengemuka sebagai upaya mengangkat realitas yang dinilai lebih memihak salah satu jenis kelamin dan merugikan, bahkan merendahkan, jenis kelamin yang satunya. Melalui perjuangan kaum perempuan dalam mengupayakan kesamaan haknya dengan kaum laki-laki, maka PBB memasukkan konsep emansipasi sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM PBB. Dari peristiwa inilah wacana gender terus mengemuka dan menjadi topik pembicaraan dalam berbagai pertemuan pemimpin dunia. Hal itu demi terciptanya sebuah kondisi kehidupan/ peradaban yang menempatkan perempuan dan laki-laki secara setara dan adil. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Kesetaraan (equality) dan Keadilan (equity) Gender (KKG).           
Bahwa status perempuan dalam kehidupan sosial dalam banyak hal masih mengalami diskriminasi haruslah diakui. Kondisi ini terkait erat dengan masih kuatnya nilai-nilai tradisional terutama di pedesaan, dimana perempuan kurang memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Keadaan ini menciptakan permasalahan tersendiri dalam upaya pemberdayaan perempuan, dimana diharapkan perempuan memiliki peranan yang lebih kuat dalam proses pembangunan. Kurangnya keikutsertaan perempuan dalam memberikan konstribusi terhadap program pembangunan menyebabkan kesenjangan yang ada terus saja terjadi.
SARAN
Untuk mewujud kesetaraan gender, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan mengubah pola piker (mindset) masyarakat tentang posisi perempuan dan lakilaki, mengungkap kondisi riil yang terjadi yang akan diubah, mengungkap jalan panjang perjuangan kaum perempuan dalam mewujudkan kesamaan hak dengan laki-laki, dan mengungkap berbagai kondisi yang menjadi penyebab terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Upaya-upaya peningkatan keadilan dan kesetaraan gender yaitu perlu  pemahaman dan peran guru dalam mengimplementasikan keadilan dan kesetaraan gender. Serta , selain bahan ajar, guru diharapkan sebagai ujung tombak terjadinya perubahan untuk mengintegrasikan gender dalam setiap materi ajar dan dalam proses pembelajaran.


0 komentar:

Posting Komentar